Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Barangkali

Barangkali aku jadi gelas yang hangat, kopi yang diminum tergesa-gesa, atau sendok yang bunyinya mengganggu sunyi. Jika dia tidak suka kopi karena alasan tertentu, aku jadi kemalasan yang menahannya di tempat tidur atau cahaya dari jendela yang memaksanya membuka mata. Aku ingin jadi sesuatu yang dia sentuh pada pagi hari.

Barangkali lebih baik dia tidak tahu apa-apa tentang aku. Dia semata sering melihatku melintas di depan rumahnya atau duduk membaca di warung kopi kesukaannya. Aku udara yang menyesakkan dadanya ketika terhimpit penumpang lain di angkutan umum. Aku sesuatu yang belum memiliki nama. Aku ingin diam-diam mencintainya seperti benda kecil yang sengaja menjatuhkan diri dan berharap tidak pernah ditemukan.

Barangkali lebih baik aku tidak bisa bicara. Aku tidak ingin menggunakan kebodohanku memilih kata melukai keindahannya. Aku tidak ingin bahasa kehilangan kuasa di hadapan tatapan matanya. Cintaku kepadanya melampaui jangkauan kata. Aku cuma mampu mengecupkannya dengan mata.

Barangkali, pada akhirnya, dia adalah kota yang tidak berhenti dilalap api. Dari kejauhan, aku adalah laut yang menenggelamkan diri.

*M Aan Mansyur dalam Melihat Api Bekerja (2016:139)

1 komentar untuk "Barangkali"