Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teknologi dan Secangkir Kopi

Zaman yang kian berteknologi membuat arus informasi bergerak semakin cepat. Kita tidak perlu menunggu besok pagi untuk sekadar mengetahui berita dunia yang terjadi hari ini.

Dalam hitungan menit, kita dapat mengetahui peristiwa apa yang sedang terjadi di suatu lokasi, lewat jaringan internet yang dapat diakses di mana saja melalui sentuhan dan selancaran ibu jari. Namun, pepatah "yang lebih cepat belum tentu tepat" berlaku dalam hal penyajian berita macam ini.

Seumpama masakan yang dihidangkan segera, padahal makanan tersebut belum matang sempurna, bahkan ada bahan ini-itu yang belum dimasukkan. Bukan maksud menghakimi, hanya saya tidak mau menutup mata, bahwa sejauh yang saya amati, begitulah umumnya nasib berita yang disajikan melalui internet (online).

Saya pun memaklumi hal tersebut, karena kecepatan adalah satu dari sekian faktor yang ditonjolkan oleh media online untuk dapat mengimbangi media cetak.

Teknologi dan Secangkir Kopi, koran, kopi

Masih ada yang beranggapan bahwa media online dilahirkan untuk menyaingi media cetak. Secara kasat mata memang terlihat demikian, namun coba kita tilik dari sisi yang lain.

Media online yang cenderung disajikan dengan cepat, tak jarang pula satu kasus terpotong-potong menjadi beberapa berita, itu mengharuskan kita untuk cermat dalam membaca dan memahami suatu kasus yang diangkat oleh media online tersebut.

Jangan sampai kita membaca penggalan beritanya saja, sayang jika alam pikiran kita yang masih banyak kosongnya hanya diisi sepenggal informasi.

Apalagi kini muncul istilah jurnalisme headline, di mana judul lebih ditonjolkan ketimbang teras atau tubuh berita. Sehingga dengan membaca judulnya saja, kita merasa sudah yakin akan kebenaran suatu berita, tanpa mengonfirmasi isi utuhnya. Tak mengapa jika judulnya memang padat dan sesuai dengan isi berita.

Namun bagaimana jika judul yang ditonjolkan itu ngawur, setengah-setengah, diakhiri tanda tanya (?), dan tak jarang hanya digunakan sebagai clickbait untuk meningkatkan traffic situs.

Kebiasaan ini sebenarnya cukup berbahaya, karena dapat menimbulkan kesalahpahaman yang berpotensi membentuk opini publik yang ngawur juga, setengah-setengah, dan menimbulkan kembali tanda tanya.

Nah, disinilah media cetak hadir sebagai konfirmasi. Melengkapi tanda-tanda yang disajikan media online sebelumnya. Berita-berita media cetak lazimnya disajikan secara utuh dan telah melewati seleksi di meja redaksi secara ketat (mungkin di media online juga demikian. wallahualam).

Meski dalam dunia media saat ini saya tak yakin bahwa berita yang disajikan, baik itu online maupun cetak, murni terlepas dari kepentingan suatu pihak, entah penguasa, entah pengusaha.

Tapi setidaknya media cetak isinya lebih dapat 'diyakini' ketimbang media online, mengingat dengan ongkos cetak, lamanya durasi, dan bahan baku yang tidak murah, masa mau menyajikan berita ecek-ecek?

Karenanya, teknologi tidak akan mengakhiri kisah secangkir kopi sebagai rekan bapak membaca koran di pagi hari. Sebab itu tadi, media online hadir dengan kecepatan, media cetak hadir dengan ketepatan.

Keduanya Tuhan ciptakan untuk saling melengkapkan. Seperti kita yang kelak bukan sekadar harapan, terikat dalam satu ikatan suci bernama pernikahan.

Setidaknya begitulah pendapat saya mengenai teknologi, media, dan hubungan yang tidak berhubungan dengan secangkir kopi. Bagaimana pendapatmu?

3 komentar untuk "Teknologi dan Secangkir Kopi"