Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

GBLA dan Secebis Memori yang Ada

Jumat lalu ada pertandingan Timnas U-19 vs RCD Espanyol B di stadion Gelora Bandung lautan Api (GBLA), dan saya nonton di sana langsung bersama ribuan pasang mata penikmat sepakbola, tukang bala-bala, tukang cilok, tukang cangcimen, dan tukang lainnya. Memang kalau ada pertandingan, stadion yang setiap hari sepi mendadak berubah layaknya pasar kaget.

GBLA dan Secebis Memori yang Ada, gelora bla, gelora bandung lautan api, stadium, persib bandung, timnas indonesia
Pagi-pagi di Gelora Bandung Lautan Api - Dok. Pribadi
Saya memang suka nonton bola, tapi terbilang jarang nonton langsung di stadion. Jadi maaf dan harap maklum kalau saya terlihat norak 😀

Ini kali pertama saya nonton pertandingan di GBLA, tapi bukan debut saya main ke GBLA. Saya sering ke GBLA meski hanya main biasa, momotoran, popotoan, ngan henteu ari bobogohan mah. Tapi dulu saya pernah menjadikan GBLA sebagai alasan biar bisa membonceng manehna yang hendak berangkat ngajar di sekolah dekat sana, padahal kalau dipikir-pikir mau apa ke stadion GBLA pagi-pagi buta? Ucing oge belekan keneh #meureun

Bukan niat dari awal mau nonton langsung sih, kebetulan stadionnya lumayan dekat rumah, dan kebetulan juga ada yang ngasih tiket gratisan. Sang empunya tiket adalah teman saya, perempuan, suka Persib, idaman Bobotoh sepertinya 😜

timnas indonesia, gbla, gelora bandung lautan api, stadium, gelora bla, supporter, bobotoh
Karena dikasih beberapa tiket, saya pun membawa serta pasukan, antara lain Adit (keponakan), Aji (tetangga yang lumayan gibol), dan Kang Wisnu (pernah satu tempat kerja, kini jadi teman duel PES). Sebenarnya jumlah tiket di tangan masih tersisa, pikir saya tadinya mau ngajak anak dan istri, tapi saya baru sadar bahwa belum punya keduanya.

Meskipun TKP lumayan dekat rumah dan kick-offnya malam, saya berangkat dari rumah ba'da Ashar. Kalau Persib yang main biasanya dari siang stadion sudah ramai, dan tidak menutup kemungkinan berlaku juga pada laga kali ini.

Namun prediksi saya salah, sampai di sana suasana sekitar stadion masih lengang. Selain petugas kepolisian dan pedagang atribut Timnas, belum banyak supporter yang hadir. Saya pun memutuskan untuk berkeliling mengitari hatimu dan berakhir nongkrong di salah satu lapak tukang jersey (yang akhirnya saya beli juga jerseynya dengan harga nego Afgan a.k.a sadis).

Sekira jam lima sore saya masuk stadion, dan "Astagfirullah..... loba runtah...". Sayang banget stadion semegah ini dalemannya seperti tidak terurus. Padahal bagian stadion yang terkamera terlihat oke, kursi penontonnya sudah single seat dan tip-up (istilah hasil googling), papan skor sudah digital seperti di pildun versi Captain Tsubasa. Lapangan keliatannya juga mantep, sampai ada air mancurnya (lets play video barang bukti above this paragraph).


Apa memang tidak ada petugas kebersihannya? Rasanya tidak mungkin. Atau ini sampah sisa penonton laga Persib vs Persela yang belum lama digelar di stadion ini? Sehingga bebersihnya nanti dirapel? Bisa jadi. Yang jelas pemandangan kala itu sedikit mengganggu.

GBLA Bersampah, sampah, gbla, runtah
Salah satu titik stadion yang diseraki sampah - Dok. pribadi 

Batur: Eh malah komen, bersihin sama lu!
Urang: Hadewh, ya kali urang kudu nyapu saGBLA... Minimal dengan tidak menambah jumlah sampah, itu sudah cukup Lur.

Di luar masalah sampah, stadion ini memiliki fasilitas mushola untuk dipergunakan semestinya. Hanya saja ukurannya kurang memadai, sehingga seringkali terjadi antrean untuk melaksanakan shalat.

Kembali ke Timnas. Menurut saya laga Timnas U-19 vs RCD Espanyol B berjalan seimbang, meski saya harus jujur bahwa sentuhan-sentuhan manja para pemain Espanyol lebih mengalir. Fakta tersebut pun tak menyalahi hasil akhir untuk kemenangan Espanyol dengan skor 4-2.

Rasa kecewa tentu ada, namun ini bukanlah akhir dari segalanya. Kita harus percaya diri. Hari ini boleh kalah, besok pasti tidak akan kalah, karena besok tidak bertanding. Keep Fight Garuda!!!

Untuk pihak yang berwenang mengelola GBLA, saya harap bisa benar-benar mengelolanya seperti dia, namanya Malika, kedelai hitam yang dibesarkan sepenuh hati, seperti anak sendiri.

Usai pertandingan saya langsung pulang tanpa nyapukeun GBLA terlebih dahulu. Saya pun tak berniat untuk ngupi-ngupi dulu di warung Entin, selain sieun diseuseulan mamah, juga karena warung Entin kan jauh ada di Ciraos. Begitulah akhir kisah ini, mudah-mudahan ada yang ngasih tiket gratisan lagi di lain hari. Wassalam.

*NOTE: Kurang dari seminggu setelah pertandingan ini, GBLA diisukan menjadi target "teroris". Duka target naon tah. Ari ceuk saya mah, jigana si teroris teh marketing motor nu dek sebar brosur, ngudag target.

2 komentar untuk "GBLA dan Secebis Memori yang Ada"