Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cuanki, Mang Daeng, dan Carlton Cole

Cuanki, Cuangki, Chuanky bagaimana pun redaksi penulisannya tetap merujuk pada satu makanan berkuah gurih yang beranggotakan siomay, tahu, dan baso (serta Indomie). Kata cuanki itu sendiri terdengar seperti serapan dari bahasa Cina. Namun konon katanya Cuanki merupakan akronim dari "Cari Uang Jalan Kaki". Meski belum terbukti kebenarannya sih.

Entah siapa pencetus, kapan, dan dimana asal mula Cuanki. Sampai saat ini saya masih berkesimpulan bahwa Cuanki berasal dari Garut. Selain karena kebanyakan pedagangnya berasal dari kota berjuluk Swiss van Java tersebut, juga karena brand atau embel-embel yang kerap menghiasi pikulan dagangan mereka, "asgar" akronim dari Asli Garut, ada juga yang mengartikan Asal Garut.

Rasa Cuanki terkenal sangat gurih, tak pelak hal ini melahirkan kontroversi karena penggunaan bumbu penyedap yang dinilai berlebihan. Tapi anehnya, kebanyakan rasa Cuanki zaman now yang saya cicipi bercitarasa hambar, istilah sunda na mah cawerang. Asin, manis, gurihnya teu kaditu teu kadieu.

Namun, semua berubah ketika Mang Daeng datang menghadirkan cita rasa Cuanki yang telah lama hilang. Pria asal Limbangan, Garut ini sudah beberapa tahun ngontrak di dekat rumah saya. Sudah memenuhi syarat untuk dinaturalisasi pokona mah.

Entah apa rahasianya, yang jelas cita rasa Cuanki Mang Daeng itu cuanki banget. Meski terkadang siomaynya bau kompor pareum (minyak tanah). Tapi itu tak terlalu mengganggu lidah, anggap saja itu ciri khasnya. Tapi saya pribadi sering kali membeli Cuanki tanpa siomay, cukup tahu dan baso saja.

Cuanki, Mang Daeng, dan Carlton Cole, cuanki asgar, baso garut
Mang Daeng ketika menyajikan seporsi Cuanki. Eta Carlton Cole nanaonan? - Dok. Pribadi

Meskipun asli Garut, Mang Daeng merupakan pendukung Persib alias Bobotoh (karena untuk dukung Persigar Garut rasanya sulit). Maka setiap saya membeli cuankinya obrolan tentang Persib hingga sepakbola nasional tak pernah luput. Termasuk gagal moncernya mantan striker Westham United, Carlton Cole bersama skuad Maung Bandung (supaya nyambung sama judul aja sih).

Berbicara mengenai Carlton Cole dan Persib, kita dapat memetik satu pelajaran bahwa label WAAAAH dan harga yang mahal tak menjamin kualitas dari sebuah produk. Termasuk Cuanki Mang Daeng, meskipun harganya murah, lima rebu ge wareg, tapi rasanya berani diadukeun jeung Domba Garut.

Kini Cuanki Mang Daeng masih menjadi primadona di kampung saya dan warga Komplek Cibiru Raya. Sehingga beliau tak pernah terlihat ngider jauh-jauh, cukup keliling 2 sampai 3 RT dan sesekali masuk komplek, dagangannya sudah ludes. Itu cukup membuktikan bahwa Cuanki Mang Daeng masuk jajaran Cuanki terbaik, setidaknya di wilayah Cibiru Wetan hingga Cinunuk.

Dulu, waktu saya kecil, sebelum ada Mang Daeng tentunya, Emak tak pernah mengabulkan rengekan saya yang kepingin beli Cuanki.

"Ulah, eta mah daging bangkong," ucapnya.

Mendengar ucapan tersebut saya percaya-percaya saja. Bahkan saya berasumsi bahwa bangkongnya disimpan dalam kotak rahasia yang biasanya menggantung di sisi panci, yang ternyata itu cuma wadah cadangan air untuk kuah Cuanki.

Apakah kamu punya kenangan tersendiri bersama Cuanki, pedagang Cuanki, atau apa pun berbau Cuanki? Jika ada silakan coret di kolom komentar. Wassalam.

*NOTE: Tulisan ini murni atas kehendak dan inisiatif saya sendiri, bukan atas request dari siapa pun, tanpa imbalan apa pun :D

2 komentar untuk "Cuanki, Mang Daeng, dan Carlton Cole"